Banjir
sudah mulai bersahabat dengan Jakarta sejak tahun 1621 atau abad ke 17. (Dachlan,
2012). Penduduk Jakarta sudah tidak asing lagi dengan fenomena banjir yang
kerap kali muncul pada musim penghujan. Berbagai upaya dilakukan, tapi sampai
saat ini banjir di Jakarta masih terus terjadi setiap tahun. Menurut Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim hujan akan segera terjadi
di penghujung bulan Nopemberr 2015. Hal itu tentu akan memberi dampak ke
sejumlah wilayah di Jakarta yang kerap dilanda banjir. Menurut Presiden RI
sewaktu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan bahwa
persoalan banjir tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat dan butuh langkah
intensif (Amin, 2012).
Penyebab Terjadinya Banjir
Faktor alam atau lingkungan.
Rudy
Siahaan--Asisten Deputi Gubernur Jakarta bidang tata ruang menyatakan bahwa:
banjir Jakarta ada pertama-tama karena faktor alam. Jakarta secara geografis
dilalui oleh 13 sungai, 40 persen wilayah di bawah dataran banjir dan lebih
rendah dari pasang laut tertinggi (Dachlan, 2012). Selain itu, Curah hujan yang terus menerus di daerah Bogor dan Jakarta (berkisar antara
47 mm – 250 mm) serta terjadinya pasang laut yang mencapai 190 cm mengakibatkan
seluruh kali meluap. Hal ini juga diperparah oleh adanya kerusakan pada
beberapa tanggul kali/ sungai. (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002)
Faktor manusia.
- Tekanan populasi penduduk, penyedotan air tanah dan sampah, peningkatan permukiman di bantaran sungai dan alih gungsi lahan, pembangunan yang pesat di Jakarta yang menyebabkan semakin minimnya ruang terbuka hijau (Dachlan 2012).
- Terhambatnya aliran sungai akibat penyempitan sungai karena bantaran sungai dijadikan tempat hunian liar, pendangkalan sungai, penutupan/ pembetonan/ pengecoran saluran air serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).
- Pembangunan yang sangat pesat di sekitar Jakarta mengakibatkan air hujan yang seharusnya merembes ke dalam lapisan tanah melimpah ke sungai sehingga meningkatkan debit air sungai. Hal ini diperparah oleh penggunaan air tanah secara berlebihan yang mengakibatkan terjadinya penurunan tanah (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).
- Kurangnya catchment area (area tangkapan), khususnya di Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Rata-rata lebar sistem peraian dalam catchment area hanya sekitar 5 meter, padahal dibutuhkan 10-20 meter agar dapat meresap air hujan dengan baik. Terbatasnya area resapan ini terjadi karena banyaknya bangunan dipinggir-pinggir kali sehingga kali-kali tersebut mengalami ‘penyempitan’ yang signifikan. Sampah juga menjadi penyebab utama yang menyumbat sistem perairan dan mengurangi daya tampung dari kali (Hermawan, 2012).
Faktor pemerintahan
Ada
lagi faktor lain yang menyebabkan banjir sering terjadi di Jakarta yaitu law enforcement yang kurang intensif.
Kemampuan pemerintah dalam pembiayaan prasarana dan sarana pengendalian banjir
yang masih terbatas yang disebabkan oleh curah hujan sudah tidak sebanding
dengan gaya tampung sungai (Dachlan, 2012).
Dampak banjir terhadap berbagai sarana
dan lingkungan.
Banjir
dapat membawa dampak berupa rusaknya berbagai sarana, yaitu rumah-rumah
penduduk, jalan-jalan, dan fasilitas-fasilitas umum. Aliran listrik di beberapa
wilayah smepat padam atau dipadamkan selama beberapa hari. Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) tidak dapat menyalurkan air bersih. Selain itu, banjir juga
memberi dampak yang signifikan terhadap lingkungan, yaitu melalui pencemaran
air saat banjir menyerang maupun saat surut. Luapain air dari berbagai sarana
penampungan air seperti got dan sungai menyebarkan sampah dan limbah lain ke segala tempat.
Resapan air ini kemudian menyebabkan naiknya isi penampungan tinja (septic tank) sampai meluap. Pencemaran lingkungan ini jelas cukup besar
dampak negatifnya bagi lingkungan serta kesehatan masyarakat Jakarta
(Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).
Dampak banjir terhadap kesehatan.
Terjadinya
kerusakan dan pencemaran sarana penyediaan air bersih telah menyebabkan
kesulitan untuk keperluan minum dan memasak makanan. Tingkat kebersihan air
yang rendah serta lingkungan tercemar menyebabkan manusia lebih rentan terhadap
penyakit-penyakit pada saat banjir. Penyakit yang umum merupakan diare, sakit
kulit, mata, gastritis, pneumonia dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Bukan hanya pada saat banjir terjadi, dampak yang ditinggalkan oleh pencemaran
air dapat memicu lahirnya bakteri-bakteri pada tempat-tempat yang bahkan sudah
surut (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).