Kamis, 19 November 2015

Mengapa Jakarta Setiap Tahun Banjir?


Banjir sudah mulai bersahabat dengan Jakarta sejak tahun 1621 atau abad ke 17. (Dachlan, 2012). Penduduk Jakarta sudah tidak asing lagi dengan fenomena banjir yang kerap kali muncul pada musim penghujan. Berbagai upaya dilakukan, tapi sampai saat ini banjir di Jakarta masih terus terjadi setiap tahun. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim hujan akan segera terjadi di penghujung bulan Nopemberr 2015. Hal itu tentu akan memberi dampak ke sejumlah wilayah di Jakarta yang kerap dilanda banjir. Menurut Presiden RI sewaktu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan bahwa persoalan banjir tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat dan butuh langkah intensif (Amin, 2012).

Penyebab Terjadinya Banjir

Faktor alam atau lingkungan.
Rudy Siahaan--Asisten Deputi Gubernur Jakarta bidang tata ruang menyatakan bahwa: banjir Jakarta ada pertama-tama karena faktor alam. Jakarta secara geografis dilalui oleh 13 sungai, 40 persen wilayah di bawah dataran banjir dan lebih rendah dari pasang laut tertinggi (Dachlan, 2012). Selain itu, Curah hujan yang terus menerus di daerah Bogor dan Jakarta (berkisar antara 47 mm – 250 mm) serta terjadinya pasang laut yang mencapai 190 cm mengakibatkan seluruh kali meluap. Hal ini juga diperparah oleh adanya kerusakan pada beberapa tanggul kali/ sungai. (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002)

Faktor manusia.
  1. Tekanan populasi penduduk, penyedotan air tanah dan sampah, peningkatan permukiman di bantaran sungai dan alih gungsi lahan, pembangunan yang pesat di Jakarta yang menyebabkan semakin minimnya ruang terbuka hijau (Dachlan 2012).
  2. Terhambatnya aliran sungai akibat penyempitan sungai karena bantaran sungai dijadikan tempat hunian liar, pendangkalan sungai, penutupan/ pembetonan/ pengecoran saluran air serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).
  3. Pembangunan yang sangat pesat di sekitar Jakarta mengakibatkan air hujan yang seharusnya merembes ke dalam lapisan tanah melimpah ke sungai sehingga meningkatkan debit air sungai. Hal ini diperparah oleh penggunaan air tanah secara berlebihan yang mengakibatkan terjadinya penurunan tanah (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).
  4. Kurangnya catchment area (area tangkapan), khususnya di Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Rata-rata lebar sistem peraian dalam catchment area hanya sekitar 5 meter, padahal dibutuhkan 10-20 meter agar dapat meresap air hujan dengan baik. Terbatasnya area resapan ini terjadi karena banyaknya bangunan dipinggir-pinggir kali sehingga kali-kali tersebut mengalami ‘penyempitan’ yang signifikan. Sampah juga menjadi penyebab utama yang menyumbat sistem perairan dan mengurangi daya tampung dari kali (Hermawan, 2012). 

Faktor pemerintahan
Ada lagi faktor lain yang menyebabkan banjir sering terjadi di Jakarta yaitu law enforcement yang kurang intensif. Kemampuan pemerintah dalam pembiayaan prasarana dan sarana pengendalian banjir yang masih terbatas yang disebabkan oleh curah hujan sudah tidak sebanding dengan gaya tampung sungai (Dachlan, 2012).

Dampak banjir terhadap berbagai sarana dan lingkungan.
Banjir dapat membawa dampak berupa rusaknya berbagai sarana, yaitu rumah-rumah penduduk, jalan-jalan, dan fasilitas-fasilitas umum. Aliran listrik di beberapa wilayah smepat padam atau dipadamkan selama beberapa hari. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tidak dapat menyalurkan air bersih. Selain itu, banjir juga memberi dampak yang signifikan terhadap lingkungan, yaitu melalui pencemaran air saat banjir menyerang maupun saat surut. Luapain air dari berbagai sarana penampungan air seperti got dan sungai menyebarkan sampah dan limbah lain ke segala tempat. Resapan air ini kemudian menyebabkan naiknya isi penampungan tinja (septic tank) sampai meluap. Pencemaran lingkungan ini jelas cukup besar dampak negatifnya bagi lingkungan serta kesehatan masyarakat Jakarta (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).

Dampak banjir terhadap kesehatan.
Terjadinya kerusakan dan pencemaran sarana penyediaan air bersih telah menyebabkan kesulitan untuk keperluan minum dan memasak makanan. Tingkat kebersihan air yang rendah serta lingkungan tercemar menyebabkan manusia lebih rentan terhadap penyakit-penyakit pada saat banjir. Penyakit yang umum merupakan diare, sakit kulit, mata, gastritis, pneumonia dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Bukan hanya pada saat banjir terjadi, dampak yang ditinggalkan oleh pencemaran air dapat memicu lahirnya bakteri-bakteri pada tempat-tempat yang bahkan sudah surut (Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2002).